Sabtu, 07 Februari 2009

Drama Queen



Sering saat kita merasa tersinggung atau disakiti, kita terdiam. Sambil pikiran emosional kita melayang ke mana-mana dan kekesalan memuncak. Kemudian kekecewaan dan rasa sakit hati kita memuncak. Kita mendramatisir kesedihan kita. Kita berubah menjadi drama queen.

Drama Queen itu sebenarnya sebuah istilah yang digunakan bagi sesorang yang melebih-lebihkan emosinya dengan cara yang dramatis. Hal kecil dan sepele menjadi sensasional. Menggunakan kata-kata seperti pada pertunjukan drama, atau sinetron.

Terkadang saya juga begitu. Saat saya kecewa karena keinginan saya tidak terjadi, saya menyalahkan orang lain. Menjelekkan orang lain. Kemudian mencoba memperlihatkan betapa saya dirugikan atau disakiti. Betapa ini tidak adil. Saya adalah korban.

Mengapa saya bisa begitu ya? Mungkin dengan begitu, saya bisa menarik simpati orang. Rupanya orang terpengaruh dan bersimpati pada seseorang yang menjadi korban. Dengan melihat saya sebagai korban, maka orang bisa kemudian berbalik mendukung saya.

Hmm. Bukan hanya urusan pribadi. Di politik pun begitu.

Saat Megawati dan PDI-P menjadi sasaran kekerasan Orde Baru banyak orang bersimpati. Megawati dan PDI-P nya adalah korban. PDI-P bisa menang pemilu. Kemudian SBY, saat menjadi menterinya Presiden Megawati, dicuekin Mega karena ketahuan mau jadi presiden. SBY bergaya seperti korban, dan rakyat bersimpati. Mereka kemudian memilihnya menjadi presiden.

Ternyata terlihat menjadi korban itu menguntungkan. Oleh sebab itu, orang senang menampilkan diri sebagai korban. Mendramatisir penderitaannya. Menjadi drama queen.

Menjadi drama queen sebenarnya ya tidak membahayakan orang lain. Tapi saya pikir itu tidak bagus. Bukan karakter yang baik dan mulia. We should not be a drama queen to exploit other people.

Karena seorang drama queen itu mengeploitasi orang lain. Cenderung menipu. Ia mengangkat fakta tidak dengan benar, tapi dipresentasikan berlebihan. Ia tidak proporsional. Yang baik diredam dan yang buruk didramatisir. Dan yang lebih buruk lagi, kita menjadi cengeng dan rapuh. Permasalahan yang terjadi mungkin valid. Tapi karena didramatisir, penanganannya bisa salah.

Saya sekarang jauh lebih waspada dengan perasaan saya. Kalau saya mulai kecewa pada sesuatu, saya harus peka dengan perasaan saya dan menjaga ucapan saya. Supaya tidak seperti drama queen. Malu ah…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar